Sabtu, 17 Maret 2012

Perbedaan Strukturalisme Levi Strauss dengan Linguistik Etnosains


Perbedaan Strukturalisme Levi Strauss dengan Linguistik Etnosains


Linguistik Etnosains
            Etnosains dalam antropologi merupakan pendekatan yang menggunakan metode baru. Etnosains adalah sejenis etnografi. Etnosains maksudnya adalah pengethuaan yang ada atau yang dimiliki oleh suatu suku bangsa atau subkultur tertentu. Etnosains lebih ditekankan pada sistem pengetahuaan yang merupakan pengetahuaan yang khas dari suatu masyarakat dan berbeda dengan sistem pengetahuaan masyarkat lain. Etnosains bermula dari pemikiran Malinowski yang mencanangkan bahwa tujuan terakhir seorang penulis etnografi adalah keterkaitan antara kehidupan dengan kenyataan dan pandangan terhadap dunia. Suatu sistem data dari ratusan kebudayaan telah disusun oleh G.P Murdrock.
            Banyaknya masalah pokok terhadap yang menghambat studi perbandingan para antropologi yang pertama adalah ketidaksamaan data etnografi yang disebabkan oleh perbedaan minat dikalangan ahli antropologi sendiri. Yang kedua adalah masalah sifat data itu sendiri artinya seberapa jauh data yang tersedia benar-benar dapat dibandingkan atau seberapa jauh data tersebut dikatakan melukiskan gejala yang sama dari masyarakat yang berbeda. Yang ketiga adalah menyangkut soal klasifikasi. Menghadapi banyak tantangan dalam pelukisan kebudayaan mendorong para antropolog mencari metode yang lebih tepat. Pada akhirnya dipakailah salah satu model dari linguistic yakni fonologi. Dalam cabang linguistic mengenal dua penulisan bunyi yaitu fonemik dan fonetik.
            Fonemik adalah cara penulisan bunyi bahasa menurut cara yang diguankan oleh si pemakai bahasa. Fonetik adalah cara penulisan bunyi bahasa memakai symbol yang ada pada si peneliti. Para ahli antropolog harus melukiskan kebudayaan masyarakat yang didatanginya dimana disatu pihak dia perlu memakai cara yang bersifat universal, dilain pihak pelukisan tersebut perlu mengikuti pandangan atau makna yang diberikan oleh si pendukung kebudayaan. Cara penulisan seperti itu dikenal sebagai penulisan etik dan emik.
            Dalam meneliti menggunakan model lingusitik ini peneliti harus berangkat dari dalam yaitu sudut pandangan orang yang diteliti. Sebagian para antropolog mendifinisikan kebudayaan adalah pola, tingkah laku manusia dalam masyarakat tertentu. Sebagian lagi menafsirkan kebudayaan sebagai keseluruhan tindakan manusia, pikirannya serta hasilnya.
            Penggunaan model linguistic guna menggambarkan suatu kebudayaan mempunyai implikasi bahwa definisi kebudayaan yang dipakai adalah kebudayaan sebgaia suatu sistem pengetahuaan atau sistem ide. Karena dalam definisi inilah makna yang diberikan oleh pendukung kebudayaan turut diperhitungkan serta menduduki posisi yang penting.
            Menggunakan metode linguistic berarti antropolog harus mengenal dan menguasai bahasa setempat dari masyarakat yang ditelitinya lalu mencoba merumuskan berbagai pertanyaan sesuai dengan kerangak berfikir mereka. Jalan yang paling mudah untuk sampai pada sistem pengetahuaan adalah suatu masyarakat yang isinya antara lain klasifikasi, aturan, prinsip dan sebagainya melalui bahasa. Dalam bahasa inilah tersimpan nama-nama berbagai benda yang ada dalam lingkungan manusia. Penggunaan dan pemberian nama dapat menjadi patokan apa yang dipakai masyarakat untuk membuat klasifikasi yang berarti juga dapat mengetahui pandangan hidup pendukung kebudayaan tersebut. Melalui bahasa berbagai pengetahuaan baik yang tersembunyi maupun tidak terungkap pada si peneliti.
            Tiga macam penelitian yang dikenal dari wujud etnosains adalah :
1. Pentafsiran model-model untuk mengklasifikasikan lingkungan atau situasi social yang dihadapi.
2. Mengarahkan perhatian pada bidang aturan-aturan dan kategorisasi social yang dipakai dalam interaksi social.
3. Kebudayaan adalah alat untuk menafsirkan berbagai macam gejala yang ditemui dan beranggapan bahwa tindakan manusia mempunyai berbagai macam makna bagi pelakunya serta bagi orang lain.






Strukturalisme Levi Strausss
            Pandangan Levi Strauss terhadap bahasa dan kebudayaan ada 3 macam. Yang pertama adalah bahasa digunakan oleh suatu masyarakat dianggap sebagai refleksi dari keseluruhan kebudyaaan masyarakat yang bersangkutan. Yang kedua adalah bahasa adalah bagian dari kebudayaan atau bahasa merupakan salah satu unsure dari kebudayaan. Disini bahasa lebih rendah tingkatannya daripada kebudayaan. Yang ketiga adalah menempatkan bahasa merupakan kondisi bagi kebudayaan dalam arti diakronis dan kondisi material. Bahasa dalam arti diakronis adalah bahasa mendahului kebudayaan karena melalui bahasalah manusia mengetahui budaya masyarakatnya. Bahasa bagi kondisi kebudayaan material adalah yang digunakan untuk membangun bahasa. Material tersebut adalah logis, oposisi, korelasi. Bahasa dalam sudut pandang ini merupakan fondasi bagi terbentuknya berbagai macam struktur yang lebih kompleks, lebih rumit dan sejajar dengan aspek dan unsure kebudayaan lain.
            Levi Strauss memandang perspektif kebudayaan sebagai hasil dari aneka aktivitas yang pada dasarnya mirip atau sama. Korelasi antara bahasa dan kebudayaan bukanlah karena adanya semacam hubungan kausal antara bahasa dan kebudayaan tetapi karena kduanya merupakan produk atau hasil dari aktivitas nalar manusia.
            Untuk memahami korelasi antara bahasa dan kebudayaan harus berhati-hati dan sangat perlu memperhatikan tingkat atau level dimana kita mencari korelasi tersebut dan apa yang ingin kita korelasikan. Pada intinya levi strauss menjelaskan bahwa hubungan antara bahasa dan kebudayaan adalah kesejajaran atau korelasi yang mungkin ditemukan diantara keduanya.
            Levi Strauss menginginkan antropolog dapat mencapai posisi ilmiah dengan menerapkan peranan penting dari linguistic. Menurut levi strauss linguistic adalah salah satu cabang ilmu social yang paling maju. Alasan levi Strauss menggunkan analisis linguistic sebagai model analisisnya adalah ahli bahasa telah mampu merumuskan formula untuk memahami fenomena kebahasaan yang begitu kompleks dan mereka telah dapat memanfaatkan konsep permutasi dengan baik.
            Levi Strauss berpendapat bahwa linguistic structural dengan perumusan yang eksplisit yang perlu dipahami baik-baik dan ditelusuri implikasi teoritis serta metodelogisnya dengan seksama. Model linguistic dalam analisis structural bisa berupa homeomorph ataupun paramorph. Subyek dan sumber berbeda. Levi strauss memandang fenomena social budaya seperti pakaian, menu makanan, mitos, ritual seperti halnya gejala kebahasaan yang sebagai kalimat atau teks. Yang disebut gejala social budaya adalah pertama mempunyai makna tertentu yang menunjukan adanya beberapa syarat yang terpenuhi. Yang kedua adalah mereka menghasilkan makna ini lewat semcam mekanisme artikulasi.
            Levi strauss mempunyai 5 dasar strukturalisme yaitu :
1. Tinanda dan penanda.
2. Bentuk dan isi.
3. Bahasa dan tuturan.
4. Sinkronis dan diakronis.
5. Sintagmatik dan paradigmatic.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar