Perbedaan Strukturalisme Levi
Strauss dengan Linguistik Etnosains
Linguistik Etnosains
Etnosains dalam
antropologi merupakan pendekatan yang menggunakan metode baru. Etnosains adalah
sejenis etnografi. Etnosains maksudnya adalah pengethuaan yang ada atau yang
dimiliki oleh suatu suku bangsa atau subkultur tertentu. Etnosains lebih
ditekankan pada sistem pengetahuaan yang merupakan pengetahuaan yang khas dari
suatu masyarakat dan berbeda dengan sistem pengetahuaan masyarkat lain.
Etnosains bermula dari pemikiran Malinowski yang mencanangkan bahwa tujuan
terakhir seorang penulis etnografi adalah keterkaitan antara kehidupan dengan
kenyataan dan pandangan terhadap dunia. Suatu sistem data dari ratusan
kebudayaan telah disusun oleh G.P Murdrock.
Banyaknya masalah
pokok terhadap yang menghambat studi perbandingan para antropologi yang pertama
adalah ketidaksamaan data etnografi yang disebabkan oleh perbedaan minat
dikalangan ahli antropologi sendiri. Yang kedua adalah masalah sifat data itu
sendiri artinya seberapa jauh data yang tersedia benar-benar dapat dibandingkan
atau seberapa jauh data tersebut dikatakan melukiskan gejala yang sama dari
masyarakat yang berbeda. Yang ketiga adalah menyangkut soal klasifikasi.
Menghadapi banyak tantangan dalam pelukisan kebudayaan mendorong para
antropolog mencari metode yang lebih tepat. Pada akhirnya dipakailah salah satu
model dari linguistic yakni fonologi. Dalam cabang linguistic mengenal dua
penulisan bunyi yaitu fonemik dan fonetik.
Fonemik adalah cara
penulisan bunyi bahasa menurut cara yang diguankan oleh si pemakai bahasa.
Fonetik adalah cara penulisan bunyi bahasa memakai symbol yang ada pada si
peneliti. Para ahli antropolog harus
melukiskan kebudayaan masyarakat yang didatanginya dimana disatu pihak dia
perlu memakai cara yang bersifat universal, dilain pihak pelukisan tersebut
perlu mengikuti pandangan atau makna yang diberikan oleh si pendukung
kebudayaan. Cara penulisan seperti itu dikenal sebagai penulisan etik dan emik.
Dalam meneliti
menggunakan model lingusitik ini peneliti harus berangkat dari dalam yaitu
sudut pandangan orang yang diteliti. Sebagian para antropolog mendifinisikan
kebudayaan adalah pola, tingkah laku manusia dalam masyarakat tertentu.
Sebagian lagi menafsirkan kebudayaan sebagai keseluruhan tindakan manusia,
pikirannya serta hasilnya.
Penggunaan model
linguistic guna menggambarkan suatu kebudayaan mempunyai implikasi bahwa
definisi kebudayaan yang dipakai adalah kebudayaan sebgaia suatu sistem
pengetahuaan atau sistem ide. Karena dalam definisi inilah makna yang diberikan
oleh pendukung kebudayaan turut diperhitungkan serta menduduki posisi yang
penting.
Menggunakan metode
linguistic berarti antropolog harus mengenal dan menguasai bahasa setempat dari
masyarakat yang ditelitinya lalu mencoba merumuskan berbagai pertanyaan sesuai
dengan kerangak berfikir mereka. Jalan yang paling mudah untuk sampai pada
sistem pengetahuaan adalah suatu masyarakat yang isinya antara lain
klasifikasi, aturan, prinsip dan sebagainya melalui bahasa. Dalam bahasa inilah
tersimpan nama-nama berbagai benda yang ada dalam lingkungan manusia.
Penggunaan dan pemberian nama dapat menjadi patokan apa yang dipakai masyarakat
untuk membuat klasifikasi yang berarti juga dapat mengetahui pandangan hidup
pendukung kebudayaan tersebut. Melalui bahasa berbagai pengetahuaan baik yang
tersembunyi maupun tidak terungkap pada si peneliti.
Tiga macam
penelitian yang dikenal dari wujud etnosains adalah :
1. Pentafsiran model-model untuk mengklasifikasikan lingkungan atau
situasi social yang dihadapi.
2. Mengarahkan perhatian pada bidang aturan-aturan dan kategorisasi
social yang dipakai dalam interaksi social.
3. Kebudayaan adalah alat untuk menafsirkan berbagai macam gejala
yang ditemui dan beranggapan bahwa tindakan manusia mempunyai berbagai macam
makna bagi pelakunya serta bagi orang lain.
Strukturalisme Levi Strausss
Pandangan Levi
Strauss terhadap bahasa dan kebudayaan ada 3 macam. Yang pertama adalah bahasa
digunakan oleh suatu masyarakat dianggap sebagai refleksi dari keseluruhan
kebudyaaan masyarakat yang bersangkutan. Yang kedua adalah bahasa adalah bagian
dari kebudayaan atau bahasa merupakan salah satu unsure dari kebudayaan. Disini
bahasa lebih rendah tingkatannya daripada kebudayaan. Yang ketiga adalah menempatkan
bahasa merupakan kondisi bagi kebudayaan dalam arti diakronis dan kondisi
material. Bahasa dalam arti diakronis adalah bahasa mendahului kebudayaan
karena melalui bahasalah manusia mengetahui budaya masyarakatnya. Bahasa bagi
kondisi kebudayaan material adalah yang digunakan untuk membangun bahasa.
Material tersebut adalah logis, oposisi, korelasi. Bahasa dalam sudut pandang
ini merupakan fondasi bagi terbentuknya berbagai macam struktur yang lebih
kompleks, lebih rumit dan sejajar dengan aspek dan unsure kebudayaan lain.
Levi Strauss
memandang perspektif kebudayaan sebagai hasil dari aneka aktivitas yang pada
dasarnya mirip atau sama. Korelasi antara bahasa dan kebudayaan bukanlah karena
adanya semacam hubungan kausal antara bahasa dan kebudayaan tetapi karena
kduanya merupakan produk atau hasil dari aktivitas nalar manusia.
Untuk memahami
korelasi antara bahasa dan kebudayaan harus berhati-hati dan sangat perlu
memperhatikan tingkat atau level dimana kita mencari korelasi tersebut dan apa
yang ingin kita korelasikan. Pada intinya levi strauss menjelaskan bahwa
hubungan antara bahasa dan kebudayaan adalah kesejajaran atau korelasi yang
mungkin ditemukan diantara keduanya.
Levi Strauss
menginginkan antropolog dapat mencapai posisi ilmiah dengan menerapkan peranan
penting dari linguistic. Menurut levi strauss linguistic adalah salah satu
cabang ilmu social yang paling maju. Alasan levi Strauss menggunkan analisis
linguistic sebagai model analisisnya adalah ahli bahasa telah mampu merumuskan
formula untuk memahami fenomena kebahasaan yang begitu kompleks dan mereka
telah dapat memanfaatkan konsep permutasi dengan baik.
Levi Strauss
berpendapat bahwa linguistic structural dengan perumusan yang eksplisit yang
perlu dipahami baik-baik dan ditelusuri implikasi teoritis serta metodelogisnya
dengan seksama. Model linguistic dalam analisis structural bisa berupa
homeomorph ataupun paramorph. Subyek dan sumber berbeda. Levi strauss memandang
fenomena social budaya seperti pakaian, menu makanan, mitos, ritual seperti halnya
gejala kebahasaan yang sebagai kalimat atau teks. Yang disebut gejala social
budaya adalah pertama mempunyai makna tertentu yang menunjukan adanya beberapa
syarat yang terpenuhi. Yang kedua adalah mereka menghasilkan makna ini lewat
semcam mekanisme artikulasi.
Levi strauss
mempunyai 5 dasar strukturalisme yaitu :
1. Tinanda dan penanda.
2. Bentuk dan isi.
3. Bahasa dan tuturan.
4. Sinkronis dan diakronis.
5. Sintagmatik dan paradigmatic.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar